Tuesday, April 09, 2013

Become a Nice Dean

Dulu saya nggak pernah berpikiran bisa sekolah menjadi seorang dokter umum yang bersekolah sampai S2 apalagi menjadi ahli. Kalau S2 masih lumayan lah..waktunya hanya 2 tahun dan sore masih bisa praktek dokter. Lha kalo sekolah spesialis?? Wah..terbayang sekolah ahli atau residensi memerlukan tenaga dan pengorbanan yang tidak sedikit. Keluarga harus siap ditinggal-tinggal jaga rumah sakit dan tanpa penghasilan tetap. Ternyata Alhamdulillah akhirnya bisa juga menjadi seorang dokter ahli anestesi dengan tepat waktu, sekitar 4 tahun.
Menjadi dokter ahli dan dosen sekaligus merupakan anugerah dan sekaligus tugas dari Tuhan yang saya rasa tidak ringan. Biasanya seorang dokter hanya berkutat di seputar praktek, tapi dokter yang juga dosen?? Hmm..saya pikir termasuk orang yang skizofren gitu deh..alias kepribadian yang terbelah hehe..Dokter yang menjadi dosen, apalagi juga seorang dokter ahli, harus bisa membagi waktunya antara mengajar di kelas, membuat soal, penelitian dan pengabdian masyarakat, dan praktek selepas mengajar atau aktivitas di kampus. Saya menikmati tugas saya sebagai dokter anestesi, dan juga dosen serta kepala rumah tangga. Sebagai dokter ahli anestesi (orang sering memlesetkan dengan tukang bius..hehe..) Mungkin bedanya dokter anestesi dengan lainnya adalah waktu yang hampir sepenuhnya dimiliki orang lain. Kalo orang lain mungkin bisa istirahat sore di rumah bersama keluarga, jalan-jalan ke mall, tapi bagi dokter anestesi, dia mempunyai tugas pelayanan di sepanjang waktu tergantung yang memberi order atau pekerjaan mbius. Sore hari bahkan sampai tengah malam, atau kadang berangkat subuh pulang subuh pernah juga saya alami. Lha trus anak dan istri kapan dong ketemunya? Yaa..bisa-bisa ketemunya pas pagi hari menjelang berangkat ke sekolah atau ke pasar deh..Lha malam hari pulang praktek, mereka sudah tidur.  Kadang kalo saya dapat tugas keluar kota untuk seminar atau rapat , maka itu waktunya beristirahat. Sedikit berbeda dengan dokter yang praktek di klinik atau rumah sakit, hari libur pun seorang ahli anestesi tetap ada kewajiban, lha kalo ahli anestesi saja libur, trus yang mbius siapa kalo ada pasien yang mau operasi?. Pasien kadang nggak tau hal ini, mereka menganggap dokter laksana dewa gitu kali..yang tidak pernah capek, dan harus memperhatikan kesehatan pasien (dikiranya mesin robot kale..).
Menjadi dokter anestesi sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran? Wow..itu nggak terbayang sebelumnya. Apalagi FKIK UMY membawahi 4 Prodi. Terbayang klient bius saya pada susah menghubungi saya karena saya harus rapat sana-sini, kunjungan ke daerah, wah..pokoknya kasihan deh. Dekan di FKIK UMY sudah berganti 2 kali, pertama seorang Professor, dan berikutnya seorang dokter spesialis anak yang menjabat sampai 3 periode. Satu periode Dekan lamanya 4 tahun. Untuk pemilihan Dekan ke-3 tahun 2011 yang lalu, dari sisi administrasi ternyata saya masuk di bursa calon Dekan, dan setelah pemilihan, ternyata saya malah dipercaya untuk mengemban amanah menjadi Dekan. Memang syarat administrative menjadi Dekan adalah minimal sudah berpangkat Lektor. Saya waktu itu santai saja ngurus kepangkatan, semenjak diterima menjadi dosen di biokimia tahun 2000 seterusnya mendapat gelar MKes. Yang saya pikirkan waktu itu, kalo bisa berpangkat, kenapa tidak. Dari asisten ahli, menjadi Lektor perlu waktu yang lama. Setelah persyaratan saya kumpulkan ke Kopertis, baru 4 tahun kemudian SK pangkat lektor keluar, hampir bersamaan dengan lulus spesialis anestesi. Aneh ya..kayak sudah diatur aja.
Jika melihat kilas balik, dulu, lama sebelum sekolah, pernah terlintas pikiran dan saya bilang ke istri “Kayaknya bakal jadi Dekan deh”, tapi saya tepis pikiran itu dan saya bilang sama istri, “Ah..nggak lah harus ngurusi 4 prodi, nggak mampu deh”. Lha ini kok malah jadi kenyataan. Makanya hati-hati dengan pikiran kita, suatu saat bisa jadi nyata lho..
Hari ini sudah 2 tahun saya menjadi Dekan, dan saatnya pemilihan Dekan yang definitive untuk 4 tahun. Dua tahun lalu memang disiapkan hanya sebagai Dekan perantara karena jabatan Rektor juga akan berakhir 2 tahun. Selama 2 tahun jadi Dekan, saya merasa yaa..enjoy aja. Lha mau gimana lagi? Walaupun belum pernah menjadi pejabat, tapi saya berusaha untuk belajar dengan cepat menjadi seorang pemimpin di sebuah fakultas kedokteran yang tertua di kalangan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah. Saya mungkin bukan seorang diktator yang dengan tegas memutuskan suatu perkara, antara ya dan tidak. Saya hanya berpikir, seandainya itu saya..maka apa yang akan saya perbuat. Hanya itu. Belajar menerapkan semua persoalan dengan “seandainya terjadi pada saya”. Saya belajar toleransi karena sadar bahwa saya telah menjadi yang dituakan (sampai dengan cepat uban mulai bermunculan hehe..). Untunglah, teman-teman sudah sepaham dengan saya, bahwa ini merupakan tugas dan tanggung jawab bersama. Ibarat lakon sandiwara di panggung, kita hanya berbeda peran saja. Semua harus bermain cantik dan maksimal sesuai peran dan tugas masing-masing.
Alhamdulillah walaupun baru 2 tahun, dan mungkin banyak yang belum merasakan gebrakan atau kebijakan yang saya buat, tetapi mungkin, dan mudah-mudahan bisa dirasakan ada kemajuan atau progress. Bahwa air tetap mengalir walaupun tidak mengguyur laksana air terjun. Kemajuan atau barangkali capaian program yang tidak progressive mudah2an bisa dirasakan, seperti studi lanjut bagi dosen. Sekarang makin banyak Dosen yang ambil program Doktoral atau S3. Selama masih bisa berkiprah di fakultas dan mendapat beasiswa, maka dosen dipersilakan ambil S3. Peran Prodi juga makin meningkat dan terlihat. Para kaprodi bisa menyusun kegiatan yang akan dilakukan setahun ke depan, karena mendapat dana akselerasi yang dibagi ke tiap prodi. Sistemnya mungkin mirip jual beli. Prodi dengan mahaiswa lebih banyak tentu saja mendapat dana yang lebih banyak pula. Dana itu terserah Prodi, mau diujudkan untuk kegiatan apa. Terserah. Yang jelas, dana itu untuk pengembangan Prodi biar makin dikenal di dunia pendidikan. Terkenal berarti makin banyak mahasiswa yang mendaftar ke Prodi di FKIK.
Program Inter-profesional Edication (IPE) merupakan salah satu unggulan yang tidak dimiliki oleh fakultas Kedokteran lain di Indonesia. Selain itu, atribut keislaman juga makin memperkokoh posisi FKIK yang mengusung Kedokteran islam. Untuk program ini, FKIK UMY tampaknya menjadi leader dibanding fakultas serupa di Indonesia.
Kegiatan kemahasiswaan juga makin berkembang dan terarah. Struktur organisasi makin tertata, dan mempunyai visi. Mereka diberi prinsip bahwa kegiatan kemahasiswaan bukan sekedar buang–buang uang, dan sekedar menyalurkan hobby dan bakat, tetapi harus bisa menghasilkan program yang mensejahterakan para mahasiswa. Motto Muda mendunia sudah lama digemakan oleh para mahasiswa dengan banyak kegiatan yang bersifat internasional, seperti pertukaran mahasiswa dengan negara lain, kegiatan summer school yang diikuti banyak Negara di seluruh dunia.
Last but not least, kita semua hidup di dunia yang sama hanya sekali. Banyak amanah yang bisa dijadikan ladang amalan bekal akhirat. Hidup kita bukan hanya untuk kita, tapi ada hak orang lain. Berbagi bersama orang lain, anak, istri, orang tua, tetangga, teman, merupakan kebahagiaan yang tidak terkira. Sesungguhnya, hidupku, matiku, ibadahku, hanya untuk Alloh..

Kuliah Siklus Krebs dan Bioenergetika